Selasa, 08 Maret 2011

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab , yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”. Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Bagi negara berkembang ketergantungan akan dominasi barat sangat kentara sekali, apalagi dilihat dari kacamata filsafat, barat berhasil dalam mengembangkan dan menanamkan ”cara berpikirnya”. Sebetulnya pemikiran-pemikiran barat pada hakekatnya berupa tradisi pemikiran yang diambil dan dilahirkan di zaman Yunani kuno. Dengan kata lain, bahwa filsafat Yunani Kuno dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat (pemikiran) barat. Para ahli pada zaman itu, mencoba membuat konsep tentang asal muasal alam. Corak dan sifat dari pemikiranya bersifat mitologik (keterangannya didasarkan atas mitos dan kepercayaan saja). Namun setelah adanya demitologisasi oleh para pemikir alam seperti Thales (624-548 SM), Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM), Herakliotos (535-475 SM), Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainnya, maka pemikiran filsafat berkembang secara cepat kearah kemegahannya. Sejak abad 5 SM, pemikiran filsafat beralih kearah manusia dengan kemampuan berpikirnya, masa ini dikenal dengan masa antropologis. Masa ini dikenal sederet ahli pemikir seperti Sokrates, Plato, Aristoteles. Pada Akhirnya Filsafat membentuk ruang lingkup yang semakin luas serta dengan beraneka ragam permasalahan. Pemikiran filsafat pada masa itu diartikan sebagai bermacam-macam ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa filsafat adalah segala sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan atas dasar akal pikiran, dan membagi filsafat menjadi ilmu pengetahuan, poetis, ilmu pengetahuan yang praktis, ilmu pengetahuan yang teoritis. Seorang filusuf dipandang cerdik dan pandai jika orang tersebut cinta dan ingin selalu berteman dengan kebijaksanaan. Perkembangan filsafat hingga zaman Neoplatonisme (abad sesudah masehi) mulai mengarah pada Tuhan (Teosentris) dan Tuhanlah yang menjadi dasar segala-galanya. Tuhan dan segala sesuatu menjadi hakekat yang sama, lebih dikenal dengan ajaran Phanteisme (serba Tuhan). Mulai abad permulaan masehi, perkembangan filsafat beralih ke Eropa. Hal ini disebabkan kekuasaan kerajaan Roma yang luas sekali. Pemikiran filsafat di Eropa diwarnai dengan unsur-unsur baru (Agama katholik). Unsur baru tersebut mendominasi pemikiran filsafat pada masa itu. Dengan kata lain pemikiran filsafat didasarkan pada firman Tuhan, hal ini disebabkan karena satu-satunya kebenaran dan kebijaksanaan ada pada firman Tuhan. Pada abad 12 dimana perkembangan filsafat mengalami peningkatan yang luar biasa, hal ini ditandai dengan adanya Universitas-universitas, disamping ordo-ordo. Ordo semacam sekumpulan orang dibawah seorang imam guna hendak mencapai kesempurnaan hidup, dengan meninggalkan masyarakat ramai dan duniawi.  Perkembangan ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir seperti: Anselmus, Alberadus, Albertus Manfus. Pemikiran filsafatnya berkisar tentang penyelesaian hubungan antara akal dan wahyu dan juga tentang universalia. Abad 14-17 pemikiran filsafat ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat. Ini adalah masa dimana menuju pada filsafat modern. Yang menjadi dasar timbulnya pemikiran kefilsafatan ini adalah kesadaran individu yang kongkrit. Pada masa ini pula di Eropa terjadi minat orang terhadap filsafat Yunani semakin besar dan berusaha mengembalikan pemikiran tersebut. Masa ini dikenal dengan masa Renaisance. Pada masa ini pemikiran filsafatnya mengarah pada individu yang konkrit sekaligus menjadi subjek dan objeknya .masing-masing manusia menjadi barometer dalam menetapkan sebuah dan menentukan akan kebenaran dan kenyataan. Dalam situasi macam ini hubungan antara agama dan filsafat menjadi cair, dalam artian agama ditinggalkan oleh filsafat. Masing-masing kembali pada dasarnya sendiri, artinya agama mendasarkan diri pada iman dan kepercayaan pada firman Tuhan dalam menghadapi berbagai permasalahan, sedangkan filsafat mendasarkan diri pada akal dan pengalaman. Perkembangan selanjutnya zaman pencerahan pada abad ke 18, dikatakan demikian karena adanya Tasionalisme, semakin lama kemampuan manusia akan menjadi tumpahan harapan pada akhirnya perkembangan filsafat pada abad ke 19 yang mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, dimana persoalan filsafat diisi dengan usaha manusia mengenai cara bagaimana caranya dan apa sarana yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Imanuel Kant dikatakan sebagai penyempurna pencerahan sebab pemikiran filsafat memuat suatu gagasan baru yang akan memberikan kepada segala arah dikemudian hari.Menginjak abad 19 keadaan dunia filsafat terpecah belah, ada filsafat Amerika, filsafat Inggris, filsafat Jerman, filsafat Prancis dan lain-lain. Pada masa ini pemikiran filsafat mampu membentuk kepribadian terhadap masing-masing bangsa dengan pemikiran dan caranya sendiri. Dengan demikian perlahan-lahan filsafat kontemporer mulai tumbuh. Mulai saat ini tidak ada lagi aliran ataupun tokoh yang mendominasi filsafat. Filsafat Pragmatis di Amerika Serikat timbul karena meragukan kemampuan akal dan ilmu pengetahuan positif.











BAB II
ISI
2.1. Pemikiran - Pemikiran Filsafat
1. Humanism, Humanisme adalah paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu.  Dengan kata lain, humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek. Pada arti awalnya, humanisme merupakan sebuah konsep monumental yang menjadi aspek fundamental bagi Renaisans, yaitu aspek yang di jadikan para pemikir sebagai pegangan untuk mempelajari kesempurnaan manusia di alam natural dan di dalam sejarah sekaligus meriset interpretasi manusia tentang ini.  Istilah humanisme dalam pengertian ini adalah derivat dari kata-kata humanitas yang pada zaman Cicero dan Varro berarti pengajaran masalah-masalah yang oleh orang-orang Yunani disebut paidea yang berarti kebudayaan. Ideologi-ideologi dibawah ini adalah ajaran-ajaran yang terbentuk berdasarkan paham humanisme:
1.  Komunisme, karena di dalam ideologi ini humanisme bisa menghapus keterasingan manusia dari dirinya akibat kepemilikan swasta dan sistem masyarakat kapitalisme. 2.     Pragmatisme, karena pandangan yang menjadikan manusia sebagai orientasi, sebagaimana pandangan Protagoras, telah menjadikan manusia sebagai kriteria segala sesuatu.
3.      Eksistensialisme yang telah memberikan argumentasi bahwa tidak ada satupun alam yang sebanding dengan alam subyektivitas manusia. Dengan demikian, sebagian besar ajaran filsafat panca Renaisans secara mendasar telah dipengaruhi pikiran humanistik.  Contohnya, komunisme yang sebagian besar pandangannya tertuangkan kepada masalah kerakyatan, pragmatisme yang ajarannya bersandarkan kepada esensi perbuatan manusia, personalisme yang meyakini spirit manusia memiliki daya pengaruh yang terbesar, dan eksistensialisme yang banyak memberikan penekanan kepada wujud aktual manusia, semuanya memandang manusia sebagai satu wujud yang bertumpu pada esensinya sendiri serta wujud dimana dirinya adalah pelaku dan tujuannya sendiri. 
2.  Rasionalisme, Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).  Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya secara metodis.  Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan. Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”.  Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”.  Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.  Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.  Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.  — Mengapa kebenaran itu pasti?  Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et distincta”.  Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.  Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran. Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).  Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.  Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tugas antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan). Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.   
3. Positivisme, Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan. Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme. 
4. Empirisme, Aliran empirisme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahiriah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicerrmati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama.  Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku” tidak lain hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)” Kausalitas.  Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman.  Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat.  Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang).  Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita.  Hukum alam adalah hukum alam.  Jika kita bicara tentang “hukum alam” atau “sebab-akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera.  Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.   
2.2. Peran Filsafat Ilmu Dalam Ilmu Pengetahuan
DEFINISI
· Pengetahuan adalah persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta.
· Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan system dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya.
Ilmu pengetahuan:
§ Bukan satu, melainkan banyak (plural)
§ Bersifat terbuka (dapat dikritik)
§ Berkaitan dalam memecahkan masalah
Jadi, Filsafat Ilmu Pengetahuan mempelajari esensi atau hakikat ilmu pengetahuan tertentu secara rasional.
Filsafat Ilmu Pengetahuan: Cabang filsafat yang mempelajari teori ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan kebenaran ilmu tertentu.
Filsafat Ilmu Pengetahuan disebut juga ‘Kritik ilmu’ karena historis kelahirannya disebabkan oleh rasionalisasi dan otonomisasi dalam mengeritik dogma-dogma dan tahayul.
2.2.1. Membangun Filsafat Ilmu Pengetahuan Tertentu
Jika Ilmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek yaitu (ontology, epistemology,dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu tersebut.
Contohnya: Membangun Filsafat Ilmu Pengetahuan perlu menelusuri dari aspek:
1. Ontologi : eksistensi (keberadaan) dan esensi (keberartian) ilmu-ilmu keteknikan.
Aspek Ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan secara:
a. Metodis : menggunakan cara ilmiah
b. Sistematis : saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam satu keseluruhan.
c. Koheran : unsur – unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.
d. Rasional : harus berdasarkan pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e. Komperensif : melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan (holistik).
f. Radikal : diuraikan sampai ke akar persoalannya atau esensi.
g. Universal : muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku dimana saja.
2. Epistemologi : metode yang digunakan untuk membuktikan kebenaran ilmu keteknikan.
Untuk memperoleh kebenaran perlu dipelajari teori-teori kebenaran. Beberapa alat/tools untuk memperoleh atau mengukur kebenaran ilmu pengetahuan adalah sbb:
a. Rationalism : penalaran manusia yang merupakan alat utama untuk mencari kebenaran
b. Emperism : alat untuk mencari kebenarandengan mengandalakan pengalaman indera sebagai pemegang peranan penting.
c. Logical Positivism : menggunakan logika untuk menumbuhkan kesimpulan positif yang benar.
d. Progmatisim : nilai akhir dari suatu ide atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis.
3. Aksiologi : manfaat dari ilmu-ilmu keteknikan.
Tujuan dasarnya menemukan kebenaran atas fakta yang ada atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah.
2.3. Hakekat Ilmu Pengetahuan
SKEMA FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Antara definisi filsafat dan ilmu pengetahuan memang hampir mirip namun kalau kita menyimak bahwa di dalam definisi ilmu pengetahuan lebih menyoroti kenyataan tertentu yang menjadi kompetensi bidang ilmu pengetahuan masing-masing, sedangkan filsafat lebih merefleksikan kenyataan secara umum yang belum dibicarakan di dalam ilmu pengetahuan . Walaupun demikian, ilmu pengetahuan tetap berasal dari filsafat sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan yang berdasarkan kekaguman atau keheranan yang mendorong rasa ingin tahu untuk menyelidikinya, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan.


2.4. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan
1. Aristoteles mengawali metafisikanya dengan pernyataan “setiap manusia dari kodratnya ingin tahu”. Tetapi jauh sebelum Aristoteles, Socrates mengatakan hal yang nampaknnya bertentangan dengan ungkapan Aristoteles tersebut, yaitu bahwa tidak ada seorang manusia pun yang mempunyai pengetahuan (Hadi, 1994: 13). Kontradiktif ini tidak perlu diperdebatkan. Sebab menurut Plato bahwa filsafat dimulai dengan rasa kagum. Kekaguman filosofis ini bukanlah kekaguman akan hal-hal yang rumit, canggih atau kompleks, tetapi justru kekaguman akan sesuatu yang sederhana yang tampaknya jelas dalam pengalaman sehari-hari.
2. Hadi (1994: 14-15) menyatakan kekaguman dalam hal ini adalah mempertanyakan hal-hal yang ada dihadapan kita, yang dalam anggapan umum dianggap telah diketahui. Oleh karena itu seseorang harus tahu apa yang dicarinya dan berusaha untuk menemukan apa yang dicari tersebut, demikian menurut Plato.
3. Pengetahuan filosofis ingin menarik diri dari apa yang dianggap sebagai kejelasan umum untuk kembali ke dalam sesuatu yang eksistensial dalam keadaan aslinya. Karenanya, seorang filsuf tidak ada henti-hentinya bertanya. Pernyataan Socrates dan Aristoteles terkesan bertentangan, padahal sebenarnya tidak. Menurut Aristoteles, semua orang dari kodratnya ingin tahu, dan langkah pertama untuk mencapai pengetahuan itu adalah kesadaran Socrates bahwa tidak ada seorang pun yang sudah tahu. Untuk mencapai pengetahuan, Bernard Paduska&R. Turman Sirait ( 1997: 5), seseorang harus sadar bahwa ia “belum tahu” dan karena itu ia “ingin tahu”. Dalam redaksi berbeda, namun dapat disetir menjadi satu makna, bahwa menurut filsafat eksistensialisme anda adalah anda karena anda menghendaki demikian.
4. Dengan uraian di atas, kita dapat melihat adanya dua macam bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan harian atau penggetahuan biasa (common sense) dan pengetahuan ilmiah. Dalam filsafat, pengetahuan biasa sering dianggap sebagai pengetahuan inderawi, sedangkan pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan berdasarkan akal budi (intelektif).
5. Wibisono mengatakan, Sejalan dengan perkembangan filsafat, ilmu pengetahuan pun berkembang dengan pesatnya. Dalam perjalanan selanjutnya, terdapat fenomena adanya suatu konfigurasi yang menunjukkan tentang bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” itu telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.

2.5. Biologi dan Pendidikan Biologi
Ilmu hayati (biosciences) mencakup semua disiplin ilmu yang mempelajari aspek kehidupan organisme dan makhluk suborganisme (virus, viroid, dan prion). Semula dipelajari sebagai satu bidang, biologi, semenjak akhir abad ke-19 hingga sekarang berbagai ilmu telah berkembang menuju ke arah kekhususan atau menggunakan alat-alat dari cabang utama ilmu pengetahuan lainnya sehingga menjadi disiplin yang cukup berbeda. Saat ini, ilmu-ilmu hayati berjumlah ratusan.
Biologi sendiri semula merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural sciences) yang dipelajari oleh para naturalis (ahli ilmu-ilmu alamiah). Biologi sebagai ilmu yang mandiri, dalam arti memiliki perangkat analisis dan konsep-konsep ilmiah yang kokoh, baru terbentuk pada abad ke-18, setelah penemuan mikroskop dan tumbangnya dogma generatio spontanea oleh konsep omne vivum ex vivo. Konsep evolusi, pewarisan sifat (hereditas), dan penemuan DNA sebagai bahan genetik memacu perkembangan biologi secara pesat.
Pembagian disiplin ilmu di bawah ini tidak bersifat mutlak karena beberapa di antaranya sekarang dianggap mandiri walaupun masih memiliki keterkaitan dengan bidang induknya, misalnya genetika dengan fisiologi, biologi molekular dengan genetika, dan sebagainya. Selain itu, karena dinamisnya perkembangan ilmu-ilmu ini, seringkali ilmu-ilmu ini saling bertemu dan menghasilkan kajian antardisiplin.
Sejarah pemikiran dan perkembangan sains penting diketahui untuk memberikan pengertian yang mendalam kemajuan sains dewasa ini. Secara historis kita mendapatkan hal yang lebih baik atas kebenaran pengetahuan tentang sains modern sebagai perkembangan dari sains secara keseluruhan. Cara-cara meneliti, melakukan eksperimen, dan membuat validasi, menggambarkan suatu aspek fundamental dari hakekat sains dan mereflesikannya bagaimana sains cenderung berbeda jenis pengetahuan lainnya.
Perkembangan sains abad ke 20 banyak dijumpai perkembangan sains menunjukkan adanya arah penggabungan di antara ilmu-ilmu yang menjadi rumpun sains seperti: biokimia, biofisika, kimia fisika dan lain-lain. Tetap penting untuk mengetahui klasifikasi ilmu pengetahuan tersebut, yaitu bidang fisika, kimia, dan biologi
2.6. Filsafat Dan Agama
Istilah filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara berlawanan oleh banyak orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat membahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik berkepan-jangan antara orang yang cenderung berfikir filosofis dengan orang yang berfikir agamis, pada hal filsafat dan agama mempunyai fungsi yang sama kuat untuk kemajuan, keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk menelusuri seluk-beluk filsafat dan agama secara mendalam perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan agama dan filsafat itu.
Dalam buku Filsafat Agama karangan Dr. H. Rosjidi diuraikan tentang perbedaan filsafat dengan agama, sebab kedua kata tersebut sering dipahami secara keliru.
A. Filsafat
1. Filsafat berarti berpikir, jadi yang penting ialah ia dapat berpikir.
2. Menurut William Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk memahami.
3. C.S. Lewis membedakan ‘enjoyment’ dan ‘contemplation’, misalnya laki-laki mencintai perempuan. Rasa cinta disebut ‘enjoyment’, sedangkan memikirkan rasa cintanya disebut ‘contemplation’, yaitu pikiran si pecinta tentang rasa cintanya itu.
4. Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang.
5. Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang dan jernih dan dapat dilihat dasarnya.
6. Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan penganut aliran atau paham lain, biasanya bersikap lunak.
7. Filsafat, walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, sering mengeruhkan pikiran pemeluknya.
8. Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan argumen, walaupun argumenya sendiri.
B. Agama
1. Agama berarti mengabdikan diri, jadi yang penting ialah hidup secara beragama sesuai dengan aturan-aturan agama itu.
2. Agama menuntut pengetahuan untuk beribadat yang terutama merupakan hubungan manusia dengan Tuhan.
3. Agama dapat dikiaskan dengan ‘enjoyment’ atau rasa cinta seseorang, rasa pengabdian (dedication) atau ‘contentment’.
4. Agama banyak berhubungan dengan hati.
5. Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya.
6. Agama, oleh pemeluk-pemeluknya, akan dipertahankan dengan habis-habisan, sebab mereka telah terikat dan mengabdikan diri.
7. Agama, di samping memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan pengabdian diri, juga mempunyai efek yang menenangkan jiwa pemeluknya.
8. Filsafat penting dalam mempelajari agama.
Demikianlah antara lain perbedaan yang terdapat dalam filsafat dan agama menurut Dr. H. Rosjidi.




BAB III
KESIMPULAN

Dasar filsafat pendidikan :
1. Metafisika
2. Epistemologi
3. Aksiologi
Tujuan filsafat pendidikan juga dapat dilihat dari beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat mengembangkan pendidikan itu sendiri yaitu :
1. Idealisme 4. Humanisme
2. Realisme 5. Behaviorisme
3. Pragmatisme 6. konstruktivisme.
Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan.  Kearifan merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha  mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan, dan menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun tersirat dalam kehidupan. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan,dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan.  Hal tersebut akan mewarnai perbuatan yang arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negara.  Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan, sehingga hubungan filsafat dengan agama menjadi cair, dalam artian agama ditinggalkan oleh filsafat. Masing-masing kembali pada dasarnya sendiri, artinya agama mendasarkan diri pada iman dan kepercayaan pada firman Tuhan dalam menghadapi berbagai permasalahan, sedangkan filsafat mendasarkan diri pada akal dan pengalaman.








DAFTAR PUSTAKA
George, F, Kneller.1971, Intriduction to the Philosophy of education, University of California. Los Angels-New York.
http://Biologi, Wikipedia.com/2010/cabang biologi.htm
http://filsafat ilmu.blogspot.com/2008/persamaan dan perbedaan filsafat.html
http://www.google.co.id/definisi ilmu pengetahuan.htm
http://www.google.co.id.filsafat dan agama.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar